Kami meninggalkan Madinah sekitar pukul 2 siang menggunakan bus menuju kota Mekkah. Kali ini perjalanan kami tidak terlalu ‘ramai’, terasa hening. Hanya terdengar suara Ustadz yang memberikan tausyiah sampai air matanya bercucuran. Semalam sebelumnya, travel kami mengadakan ta’lim bersama yang berisi pemantapan hati dan ilmu untuk menjalankan ibadah umroh. Apa tujuan kami berumroh? Apa yang menyebabkan kami bisa sampai kesini? Seperti apa diri kami di tanah air sebelum kami sampai disini? Sungguh hatiku tergetar. Mengingat banyaknya dosa yang telah kuperbuat, mengingat masih banyaknya kekuranganku dalam beribadah…mengapa Allah mengundangku untuk berumroh? Mengapa bukan orang lain yang ibadahnya jauh lebih shalih? Apakah hatiku masih tetap terjaga dengan tujuan umroh sebenarnya?
Antara kebahagiaan, haru dan rasa gelisah bercampur aduk di benakku. Tak ada yang kulakukan di bus selain sibuk berdzikir dan beristighfar sembari menatap gunung pasir yang berderet di sepanjang tepi jalan tol yang bus kami lalui. Pasir, gersang, kering…betapa bumi Arab ini tak ada apa-apanya jika tak ada kehadiran dua masjid suci. Dan betapa perjalanan kami ini tak ada apa-apanya jika tak ada rahmat dan kemurahan Allah Ta’ala. Di sepanjang jalan, Ustadz pun beberapa kali kembali mengingatkan rukum umroh yang akan kami lakukan dan pantangan ketika sudah berihram. Sejak awal naik bus kami memang sudah mengenakan pakaian ihram lengkap: yang laki-laki mengenakan dua kain tak berjahit, yang perempuan mengenakan mukena (untuk perempuan yang penting menutup aurat seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, tidak boleh memakai cadar). Meski sudah mengenakan pakaian ihram, seluruh pantangan selama berihram baru akan berlaku ketika kami sudah mengambil miqot di Bir Ali, meniatkan ihram dan disarankan melakukan shalat sunah 2 rakaat ihram. Apa aja pantangannya? Banyak hehehe. Nanti insya Allah jika pembaca berkesempatan pergi umroh, pasti tahu tentang pantangannya. Kepanjangan kalau ditulis disini. Hehehe.
Bir Ali terletak tidak jauh dari Madinah, merupakan tempat mengambil miqot bagi orang yang mau berumroh dari Madinah. Miqot tuh apa sih? Gampangnya adalah tempat memulai ihram, kayak garis start nya umroh. Jadi ketika sudah mengambil miqot di Bir Ali, artinya kami sudah mulai mengerjakan rukun pertama umroh, yaitu ihram. Setelah pake baju ihram, bersuci, masih boleh ke toilet gak? Ya bolehlaaah, perjalanan kan’ masih berjam-jam jauhnya. Begitu selesai buang air, langsung deh wudhu lagi. Tapi yang gak boleh adalah memakai sabun, karena sabun mengandung wewangian sedangkan memakai wewangian adalah pantangan dalam ihram. Termasuk juga pakai tissue basah, mending pakai tissue kering non perfurmed.
Oh ya, Bir Ali itu kayak apa sih? Ya kayak masjid. Hehehe. Masjidnya lumayan luas dan desainnya kental dengan nuansa gurun. Disini kita bertemu dengan banyak rombongan lain yang mengambil miqot. Ada juga yang benar-benar baru mengenakan pakaian umrohnya disini, sehingga di sekitar masjid terdapat pertokoan yang menjual pakaian ihram. Sebenarnya miqot sendiri tidak hanya di Bir Ali. Rasulullah SAW sendiri sudah menetapkan tempat miqot berdasarkan di area mana kita tinggal. Karena kami sudah tinggal di Madinah selama 3 hari, sudah dianggap sebagai penduduk Madinah, sehingga miqotnya dari Bir Ali ini. Googling sendiri ya tentang pengetahuan lebih lanjut mengenai miqot ini 🙂
Selesai melaksanakan shalat 2 rakaat di Bir Ali, kami langsung kembali menuju bus. Persis ketika bus distarter, kami pun melafalkan niat berihram (gak tahu sih kenapa Ustadnya pengen dilafalin pas bus distarter..biar agak dramatis mungkin hehe). Maka detik itu, kami disebut muhrim atau orang yang berihram. Pengertian muhrim ini salah kaprah ya kalau di Indonesia…harusnya orang yang haram dinikahi atau pasangan sah disebutnya mahram, bukan muhrim.
5 jam perjalanan yang melelahkan dari Madinah ke Mekkah. Hingga akhirnya sekitar pukul 8 malam, sampailah juga kami perbatasan masuk kota Mekkah. Merinding rasanya membaca doa masuk kota Mekkah:
“Ya Allah, kota ini adalah tanah haram-Mu dan tempat amanMu, maka hindarkanlah daging, darah, rambut dan kulitku dari neraka..”
Hanya sesaat kami di kamar hotel, cuma sempat untuk buang air kecil dan wudhu, bahkan kami belum bertemu dengan koper bawaan dari Madinah, kami pun langsung turun ke restoran hotel untuk makan malam. Usai makan malam di hotel, kami pun beranjak menuju Masjidil Haram. Bismillah, bergetar jiwa ragaku mendengar lantunan kalimat talbiyah yang kami kumandangkan sepanjang jalan. Belum-belum,mataku sudah berkaca kaca.
“Labaikallalahuma labbaik..labaikkala syarikalaka labbaik..innal hamda wani’mata laka wal mulk..lasyarikalak..”
Aku datang memnuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Aku datang memnuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagiMu. Aku datang memnuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat dan kekuasaan milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu”
Kami masuk melalui gate 89, persis langsung di luarnya ada Zam Zam Tower,menara jam yang menyaingi Big Ben. Pintu 89,90 dan 91 inilah yang jadi patokanku selama keluar masuk Masjidil Haram.
Semakin mendekati Ka’bah, aku semakin deg degan dan gak sabar. Setelah sekian lama merindu…huhuhu. Ketika rombongan kami menuruni eskalator menuju area Ka’bah (disebutnya Manaf di papan petunjuk arah) melalui gate King Fahd, aku melihat Ka’bah sedikit di antara sela sela tiang proyek pembangunan.
“Ma, itu Ka’bah, Ma!” spontan aku memekik senang.
“Wah mana mana?” Mama ikutan heboh.
Masya Allah..jantungku serasa lompat lompat. Bahagia dan gembira. Sampai akhirnya kami benar benar memasuki area Manaf…terlihat jelaslah di depan mata kami Kabah yang luar biasa indah dan gagah..
“Ya Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan wibawa pada bait (Ka’bah) ini. Dan tambahkan pula pada orang -orang yang memuliakan, mengagungkan, dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan dan kebaikan”
Kulantunkan doa dan takbir dengan air mata berlinang tak terasa. Sungguh perasaan yang luar biasa yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Keharuan seorang hamba, rasa syukur tak terperi, dan rindu yang meluap dan akhirnya dapat dilepaskan. Ya Allah, memandang Ka’bah-Mu saja sudah sebegini nikmatnya..apalagi memandang Wajah-Mu?
Ketika langkah kaki kami semakin mendekat, berbagai kenangan di muncul di kepalaku seperti flashback. Kenangan perjuangan mengumpulkan dana agar sampai kesini, mimpi yang aku dan ibuku cita citakan sejak aku masih SD,cobaan cobaan yang pernah kami lalui, hingga tiba tiba saja teringat jelas tahajud dan doa doa yang kupanjatkan. Tentu itu semua hanyalah secuil hal yang bisa membawaku sampai kesini sebab semuanya adalah karena rahmat dan rahman-Nya.

Kami langsung mengerjakan rukun umroh yang kedua, yaitu Tawaf. Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah 7 putaran, start nya dimulai dari sudut dimana hajar aswad berada. Agar jelas, sudah ada penanda sudut di seberang dekat gate King Abdul Aziz (kalau gak salah) berupa lampu hijau. Dari sudut hajar aswad sampai balik lagi ke sudut tsb dihitung satu putaran dan setiap kali melewati sudut hajar aswad kami melambai pada hajar aswad seraya mengucapkan “Bismillahi Allahuakbar”

Selama tawaf, ustadz menyarankan agar kami tidak perlu membaca buku doa yang sudah disediakan travel karena memang panjang panjang doanya, dikhawatirkan konsentrasi kami terganggu antara membaca dan berjalan di tengah kerumunan manusia yang berdesakkan. Cukup ustadz yang membaca, kami mengaminkan dan membaca doa doa pribadi. Aku langsung mengeluarkan secarik kertas yang sudah kutulis doa doaku. Doanya apa? Ada deeh hehe. Panjaaaang doanya, sampai cukup tuh buat 7 kali putaran hehehe. Di antara rukun yamani (sudut sebelum sudut hajar aswad) sampai hajar aswad kami membaca doa kebaikan dunia akhirat (kalau kata orang jaman dulu namanya doa sapujagat, sekali doa langsung disapu semua jagat dunia akhirat. Gitu kali ya maksudnya hehe)
“Rabbana atiina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, wa qina adzabannar”
Tak terasa, tujuh putaran kami lalui. Tawaf pun kami tutup dengan mendirikan shalat sunnah 2 rakaat di belakang maqam ibrahim. Selanjutnya adalah rukun umroh ketiga,yaitu sa’i antara Shafa dan Marwah. Sebelum lanjut ke rukun sa’i, kami menyempatkan minum zam zam dulu untuk memulihkan tenaga.
Sa’i adalah berlari lari kecil (sebenernya sih berjalan juga gak papa) antara Bukit Shafa dan Marwah sebagai bentuk meneladani perjuangan Siti Hajar,istri Nabi Ibrahim AS mencarikan air untuk Ismail putranya. Ketika Siti Hajar berada di bukit Shafa, tiba tiba beliau seperti melihat air di bukit Marwah, eh..rupanya cuma fatamorgana. Kemudian pas di bukit Marwah, Siti Hajar seperti melihat air di bukit Shafa di kejauhan. Capek deeeh. Begitu terus sampai bolak balik 7 kali dan akhirnya air tersebut justru keluar di bekas pijakan kaki Ismail, mengucur deras sampai sekarang berupa air zam zam yang tak ada habisnya dan telah diminum oleh jutaan umat manusia hingga sekarang. Tulisan tentang renungan sa’i pernah kutulis disini.
Bukit Shafa dan Marwah sendiri bentuknya bukan seperti bukit lagi, tapi berupa tanjakan landai. Hanya tersisa replika bukitnya saja.

Jalur sa’i sendiri kini ada 2 lantai kalau gak salah. Sa’i dilakukan sebanyak 7 kali bolak balik, start di Shafa. Shafa ke Marwah dihitung sekali, dari Marwah ke Shafa dihitung sekali, jadi sa’i akan berakhir di bukit Marwah. Setiap kali menaiki ‘bukit’, kami membaca doa sa’i dan setiap melewati pilar hijau (terlihat jelas di area ini dipasangi lampu hijau), kami membaca
“Ya Allah ampunilah, sayangilah, maafkanlah, bermurah hatilah, dan hapuskanlah apa-apa yang Engkau ketahui dari dosa kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui apa-apa yang kami sendiri tidak tahu. Sesungguhnya Engkau ya Allah Maha Tinggi dan Maha Pemurah”
Jujur saja kakiku baru terasa pegalnya ketika sa’i. Padahal pakai jalan kaki aja, sama sekali nggak lari. Waktu thawaf sih nggak kerasa. Oh ya,hati hati ya di sa’i ini banyak yang menjalaninya sambil lari beneran, kuenceng kuenceng pula..biasanya orang Negro atau Turki. Hati hati keseruduk!

2. menunggu dihalalkan, eh, ditahalulkan hehe
Sa’i selesai, sampailah kami di rukun terakhir yaitu tahalul atau menggunting rambut. Untuk laki laki biasanya dicukur botak, untuk perempuan cukup dipotong 3 helai dari seluruh ujung rambut. Rambut kita ditahalul/dicukur oleh orang yang sudah ditahalul. Jadi estafet gitu. Dari rombongan kami para lelaki minta tolong ditahalul oleh rombongan lain yang sudah tahalul, trus dari salah satu jamaah laki laki nyambung ke perempuan (istrinya), trus nyambung lagi deh kemana mana. Aku sendiri ditahalul oleh seorang ibu ibu yang susah ditahalul suaminya dan aku pun mentahalul ibuku serta beberapa jamaah lain dari Turki.
Alhamdulillah..selesailah sudah semua rukun umroh yang kami lakukan. Durasi pengerjaan dari pukul 9 malam sampai jam 2 pagi. Yaa sekitar 5 jam lah ya. Udah selesai umrohnya? Yaaa sudah! Hehehe. Memang di pikiran orang pada umumnya yang belum berumroh adalah umroh dilakukan berhari hari. Sebenarnya tidak, rukun umroh bisa selesai dalam 5 jam saja. Jadi hanya sehari dua hari pun kita di Saudi Arabia juga sudah bisa berumroh. Tapiii ya masa datang jauh jauh cuma sehari dua hari hehehe. Apalagi berlimpah berkah yang bisa kita dapatkan dari Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Di luar rukun umroh, sisanya adalah memperbanyak ibadah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ibadah lho ya,jangan kebanyakan belanjaaa hehehe.
Sekian dulu, nyambung ke post berikutnya ya..
Bersambung
Assalamualaikum wr.wb
Mbak terima kasih sudah berbagi pengalaman umrohnya, sangat detail sehingga serasa melihat dan merasakan sendiri apa yang mbak jalani di Madinah dan Makkah….
Alhamdulillah tahun 2018 nanti insya Allah sy juga akan menjalankan ibadah umroh, dan rencana pelaksanaan nya persis pada waktu ibadah umroh mbak, yaitu awal bulan februari… Kalau boleh, saya ingin meminta masukan, perlengkapan2 apa sj yang sebaiknya sy siapkan, mengingat pada bulan tersebut masih masuk dalam musim dingin dan sedihnya saya adalah tipe orang yang tdk cukup kuat dengan cuaca dingin…
Terima kasih sebelumnya mbak…
Assalamualaikum wr.wb