
Tiga hari setelah lamaran, atau tepatnya 26 Desember 2018 saya dan calon (alias Mas Adik hehehe) segera mengurus pendaftaran KUA. Meskipun pernikahan kami masih 3 bulan lagi (April 2019), namun kami sengaja menempatkan bagian terpenting ini jauh-jauh hari karena kami nggak mau serba mepet mendekati hari H.
Domisili saya sendiri di Kec. Bojong Gede, Kab. Bogor dan Mas Adik di Kec. Kramat Jati, Kota Jakarta Timur. Sedangkan akad nikah dan resepsi kami diselenggarakan di Kec. Cilandak, Jakarta Selatan. Oleh karena itu, kami berdua wajib membawa surat rekomendasi numpang nikah dari KUA domisili ke KUA Cilandak.
Sebagai catatan, persyaratan berkas dan alur pendaftaran di setiap kelurahan/kecamatan bisa berbeda ya tergantung daerahnya. Jadi pada posting ini akan terdiri dari 3 bagian: a) pengalaman saya mendaftar KUA di Kab. Bogor,
b) pengalaman Mas Adik mendaftar KUA di Jakarta Timur,
c) pengalaman saya dan Mas Adik mendaftar KUA di Cilandak, Jakarta Selatan.
Pengalaman Mendaftar KUA di Bojong Gede, Kab. Bogor
Pengalaman saya mendaftar, alhamdulillah, terasa mudah. Bahkan eKTP saya yang belum jadi sejak tahun 2014….eh jadi dooong ketika saya iseng mengecek ke kantor kecamatan (yang mana saya sudah pesimis belum jadi dan harus perpanjang resi KTP lagi). Mungkin memang sudah jalannya ya, harus akan daftar nikah dulu baru jadi. Hehehe.
Anyway, mekanisme di Kab. Bogor tidak melalui banyak step dan tidak ada tes kesehatan.
1. Meminta surat pengantar ke RT/RW. Cukup membawa fotokopi KK dan eKTP. Disini saya diberikan 1 lembar surat pengantar ditujukan ke kelurahan domisili saya yaitu Kelurahan Susukan untuk dibuatkan: a) surat numpang nikah dan b) surat pernyataan belum pernah menikah. Suratnya sudah tertera tembusan RW jadi saya tidak perlu lagi ke Pak RW. Biaya gratis, estimasi waktu 15 menit
2. Kemudian saya ke kelurahan membawa: a) Surat Pengantar dari RT, b) fotokopi KK, c) fotokopi eKTP, d) fotokopi KTP orang tua. Di sini saya mendapatkan: a) Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah dan b) N1, N2 dan N4. Biaya gratis, estimasi waktu 30 menit.
Surat pernyataan belum pernah menikah

Surat N1: keterangan untuk nikah

Surat N2 dan N4: keterangan orang tua dan asal usul
3. Semua berkas yang diterima di kelurahan kemudian dibawa ke KUA domisili yaitu KUA Bojong Gede (jangan lupa difotokopi dulu ya untuk arsip KUA asal). Jangan lupa lampirkan juga fotokopi eKTP calon pasangan ya. Selain itu saya juga ditanya nama Bapak dari calon, guna keterangan bin/binti. Di KUA, saya tinggal duduk menunggu karena yang bolak balik melayani saya (menghubungkan saya yang di lobi dan petugas di ruang dalam kantor) adalah anak-anak SMK yang magang disitu.
Barulah ketika surat sudah jadi, saya dipanggil ke dalam menghadap petugas dan memverifikasi data yang sudah diketik dalam surat. Meskipun di depan kantor sudah ditulis “Tidak Ada Pungli”, tetap saja saya disodori kotak kecil untuk sumbangan seikhlasnya. Ya sudahlah, saya taruh Rp 10,000..husnudzon saja, barangkali untuk uang makan anak SMK magang itu. Estimasi waktu 30 menit, saya mendapatkan surat rekomendasi numpang nikah yang ditujukan ke KUA akad nikah yaitu KUA Cilandak.
Sampai di sini pengurusan pendaftaran di KUA domisili saya sudah selesai.
Pengalaman Mendaftar KUA di Kramat Jati, Jakarta Timur
Mendaftar KUA di Jakarta bisa dibilang lebih ribet dari Kab. Bogor karena lebih banyak tahap dan ada tes kesehatan. Secara ringkas, berikut tahapan yang dilalui Mas Adik. Monmaap, walau saya sudah pesan Mas Adik untuk tulis pengalaman dengan dokumentasi foto, hasilnya yaa singkat singkat aja…dasar laki -laki :’)
1. Ke puskesmas untuk periksa kesehatan dan minta surat rekomendasi nikah
2. Ke RT RW untuk mendapatkan surat pengantar
3. Ke Kantor Kelurahan dengan sebelumnya mengisi form keterangan perjaka, perawan, duda, atau janda. Membawa berkas
a. fotokopi KTP diri dan pasangan
b. Form yang sudah diisi dilengkapi meterai
c. Fotokopi KK
d. Fotokopi KTP Bapak Ibu, dan Wali (jika diperlukan)
d. Surat Keterangan Kematian jika Bapak/Ibu sudah meninggal
e. Fotokopi surat rekomendasi
Poin a s.d. e difotokopi rangkap tiga, kemudian akan mendapat surat pengantar dari kelurahan.
4. Ke kantor kecamatan (nggak langsung ke KUA) dengan kembali membawa berkas a s.d e + surat pengantar kelurahan.
5. Ke KUA Kramat Jati dengan membawa seluruh berkas: a s.d. e+surat pengantar kelurahan+surat pengantar kecamatan.Di sini mendapatkan surat rekomendasi numpang nikah ke KUA Cilandak.
Fiuhh, di Jakarta lebih kompleks ya? Hehehe
Overall, perbedaan pengurusan KUA di Kab. Bogor dan DKI Jakarta perbedaan yang mendasar hanya di tes kesehatan. Dan ini tahap yang cukup memakan waktu karena sampai seharian. Bahkan di beberapa KUA di DKI Jakarta, diharuskan tes HIV segala lho.
Sampai disini sudah beres dua-duanya yaa proses pengurusan dari sisi saya dan Mas Adik. Selanjutnya berkas kita berdua disatukan dan dibawa ke KUA Cilandak.
Mendaftar Numpang Nikah di KUA Cilandak
Kita ke KUA Cilandak 2 kali, pertama saat mendaftar, dan kedua saat menyerahkan bukti pembayaran. Saat yang pertama kali kami mendaftar, kami datang pagi banget sekitar jam setengah 8 sebelum kami ngantor. Waktu itu belum banyak pegawai datang dan nampak ada sepasang pengantin beserta rombongannya bersiap-siap untuk melangsungkan pernikahan di lantai atas KUA. FYI, nikah di KUA hari biasa nggak dipungut biaya lho seperti yang dilakukan beauty vlogger Suhay Salim
Di KUA, berkas-berkas kami dicek kelengkapannya oleh petugas. Saya tadinya agak deg-degan takut masih kurang karena saya tidak melalui tes kesehatan, namun ternyata nggak masalah. Karena satu dan lain hal yang tidak bisa dijelaskan di sini, saya menikah harus menggunakan Wali Hakim yang mana adalah wewenang hanya milik Kepala KUA Cilandak, bukan pegawai penghulu biasa. Maka saat itu juga kami berdua menghadap Kepala KUA Cilandak yaitu Bapak Lukman Hakim. Oleh Pak Lukman Hakim, kami diberikan wejangan pernikahan singkat dan diminta membuat surat keterangan resmi bertanda tangan saya dan ibu saya yang menyatakan bahwa saya memang tidak memiliki wali dan harus dinikahkan oleh Wali Hakim. Kemudian Pak Lukman juga memberikan nomor handphonenya. Nah ini juga penting yaa Capeng, jangan lupa catat nomor HP penghulu, dan juga mintalah nomor pegawai KUA lainnya. Kenapa? Nanti deeeh saya ceritakan hahaha.
Setelah menghadap Pak Lukman, kami pun diarahkan untuk meminta petunjuk pembayaran KUA ke bagian Tata Usaha (eh lupa deng nama bagiannya apa…jadi semacam kasir gitu kali ya). Pembayaran sebesar Rp 600,000 untuk pernikahan yang dilakukan di luar KUA dan bukan pada hari kerja. Oya pembayarannya dengan bayar langsung ke teller BNI dalam bentuk tunai ya. Harus di teller, karena bukti yang akan kita serahkan ke KUA adalah Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak seperti ini.
Jadi alur pada kali pertama kami ke KUA Cilandak adalah begini:
Pengecekan berkas –> menghadap Kepala KUA (dilewatkan jika wali nikah adalah ayah sendiri) –> ke bagian pembayaran untuk menerima petunjuk pembayaran
Hari itu juga, di gedung kantor saya yang terdapat Bank BNI, saya langsung melakukan pembayaran di teller. Besoknya, saya sendiri kembali ke KUA Cilandak untuk menyerahkan bukti transfer dan surat keterangan Wali Hakim. Selesai deh. So, alur lengkapnya dari 2 hari proses adalah:
Pengecekan berkas –> menghadap Kepala KUA (dilewatkan jika wali nikah adalah ayah sendiri) –> ke bagian pembayaran untuk menerima petunjuk pembayaran –> melakukan pembayaran ke BNI –> menyerahkan bukti bayar
Alhamdulillah, urusan daftar KUA lancar. Saya dan Mas Adik lirik-lirikan seneng “Ihiiy jadi juga nih kita nikah”. Yup, ketika urusan KUA tidak lagi hanya meme semata bagi kami 😀
H-2 Nikah… (saat saya posting tulisan ini)
“Sar, tadi saya coba hubungi Pak Lukman kok ga dibales WA nya ya? Pas dihubungi eh salah sambung…”kata Kak Goma, sahabatnya Mas Adik yang bertindak sebagai PIC Penghulu dalam kepanitiaan wedding kami.
“Oya? Coba saya tanya Pak Wahyu, pegawai KUA disitu ya Kak…”
Pak Wahyu adalah salah satu pegawai honorer KUA Cilandak yang sempat menemani saya dan Mas Adik mengobrol sebelum pegawai KUA yang berseragam sampai kantor dan mengecek berkas kami. Iseng saja ngobrol-ngobrol karena Pak Wahyu seperti kepo mengenai kami. Untungnya Mas Adik orang yang supel dan bisa nyambung ngobrol dengan bapak-bapak dengan segala candaan yang garing haha . Kemudian Pak Wahyu mengajak saya bertukar nomor, karena beliau tertarik ingin tahu info lowongan kerja di kantor saya untuk anaknya yang sedang jobless. Ya sudah, begitu saja. Hari-hari berikutnya Pak Wahyu masih menghubungi saya lewat SMS (iya, lewat SMS karena handphonenya masih setipe Esia Hidayah gitu hehehe) menanyakan lowongan kerja. Saya juga bertanya titel Kepala KUA untuk keperluan teks dan surat pernyataan Wali Hakim. yasudah, begitu saja tidak berlanjut lagi sampai kemudian kejadian salah sambung di atas, saya pun menghubungi Pak Wahyu untuk menanyakan nomor Pak Lukman. ternyata Pak Wahyu nggak tahu, tapi beliau berjanji akan menanyakan pada temannya.
Alhamdulillah, Pak Wahyu gercep. Nomor Pak Lukman Hakim pun dikirimkan dan yaampun…selisih satu angka saja. Jadi, ternyata angka 4 yang ditulis Pak Lukman di kertas itu menyerupai angka 9 (kebetulan di nomor HP nya juga ada angka 9). Oalaaah. Nah, hikmahnya adalah: pertama, penting untuk mencatat nomor pegawai lainnya, khawatir ‘ada apa-apa’ kalau hanya mengandalkan satu nomor saja, dan kedua, jangan pernah anggap remeh siapapun. Pak Wahyu yang semula kami anggap lucu dan ngalor ngidul gak jelas, ternyata menjadi krusial untuk kelangsungan pernikahan kami. Hahaha. Alhamdulillah, ada aja jalannya… 🙂 *walau sempat deg degan >,<
Trus, gimana eksekusi hari H?
Nanti diupdate lagi yaa disini 🙂