Assalamualaikum.
Kali ini saya ingin bercerita liburan singkat keluarga kecil kami ke Bali, Desember 2021. Liburan ini sebenarnya cukup mendadak direncanakan, karena kebetulan suami ditugaskan dinas ke salah satu sekolah kejuruan di kawasan Danau Batur, jadi kami pikir kenapa tidak sekalian liburan? 🙂 Tulisan ini bersifat subjektif berdasarkan pengalaman sendiri, serta harga dan kondisi yang dicantumkan bisa berubah ya.
Ini menjadi pengalaman pertama untuk anak saya, Ghuma (22 bulan), naik pesawat, sehingga saya cukup deg-degan. Peraturan saat ini mewajibkan hasil tes PCR negatif untuk orang yang belum divaksin dan hasil tes antigen negatif bagi yang sudah divaksin penuh. Karena belum tersedia vaksin untuk anak di bawah 5 tahun, jadi terpaksa Ghuma ikut SWAB PCR dulu. Sehari sebelum teerbang kami tes di Bumame Cibinong yang berlokasi di Gedung Pemuda KNPI. Hasil keluar tidak sampai 12 jam. Karena weekday, hanya ada kami yang tes sehingga sama sekali tidak antre.
Biaya tes PCR Rp 275,000
Biaya tes Antigen Rp 99,000
Perjalanan Udara Ghuma yang Pertama
Kami berangkat menggunakan pesawat Batik Air pukul 9.30 pagi. Alhamdulillah, perjalanan berjalan lancar meski di awal Ghuma sempat rewel karena gerah dan AC kabin belum sepenuhnya menyala saat akan take-off. Namun saat take-off dan setengah perjalanan dihabiskan Ghuma dengan tidur (yeaaay). Oh ya, saya baru tahu ternyata stroller walaupun cabin size, tetap tidak bisa disimpan di kabin atas tempat duduk. Harus di bagasi, sehingga saat antre bagasi stroller pun dilabeli namun masih bisa dipakai sampai depan pintu pesawat. Nantinya pramugari akan mengurus stroller untuk diikutkan ke bagasi.
Begitu sampai, kami sudah dijemput mobil rental yang kami sewa sebelumnya di Traveloka dan akan membawa kami ke Kec. Kintamani, Kab. Bangli dimana Gunung Batur berada. Menyewa mobil di Traveloka lebih murah dibandingkan menyewa melalui aplikasi Grab (yes, karena sudah keluar kota maka Grab juga akan menawarkan mobil rental). Perjalanan darat (dengan singgah sebentar untuk makan siang dan mampir di Indomaret untuk membeli popok, susu, cemilan, dsb) ditempuh kurang lebih 4 jam. Jalannya terasa berkelok-kelok seperti di Puncak, juga jalan yang sama dengan jalan yang dulu kami lalui saat 2019 lalu ketika honeymoon dan mengunjungi Danau Beratan. Sekitar pukul 5 sore, sampailah kami di Mount Batur Villa yang kami pesan juga via Traveloka. Daerah Bangli dan sekitarnya bercuaca dingin, mungkin seperti Puncak ya dinginnya, namun saya sekeluarga merasa dinginnya ‘B aja tuh’, mungkin karena kami warga Bogor yang sudah terbiasa dengan udara dingin ya. Heheh.
Biaya rental mobil keluar kota via Traveloka Rp 270,000
Mount Batur Villa
Mount Batur Villa ini villa berkonsep semi private dengan pemandangan alam yang sangat indah. Jalan masuk ke villa agak sulit ditemukan dan sempit, namun mobil masih bisa masuk. Terdapat 4 bangunan villa yang terpisah dengan satu kolam renang tidak terlalu besar. Yang menarik, villa ini berbatasan dengan sawah dan dekat dengan pemandangan danau dan perbukitan Gunung Batur. Sayangnya karena sawah sedang panen, jadi banyak lalat sehingga kamar harus selalu ditutup. Tapi ini tidak terlalu bermasalah bagi kami.
Malamnya, Ayah Ghuma bertemu dengan perwakilan sekolah di suatu restoran, sedangkan saya memilih stay saja di hotel bersama Ghuma. Selain saya masih ada pekerjaan Upwork yang harus diselesaikan, membawa toddler jalan-jalan di malam hari bukanlah ide bagus. Anak butuh istirahat, dan pergi terlalu lama bisa membuat anak kecapekan, bosan dan akhirnya tantrum.
Besok paginya, saya bangun tepat saat adzan subuh berkumandang dari app adzan, setelah shalat dan rapi-rapi sedikit, saya pun mengajak suami melihat sunrise sambil tak lupa berfoto ria. Mumpung anak masih tidur. Hehehe.
Sekitar jam 8 sebelum Ghuma bangun, suami sudah dijemput supir sekolah untuk kegiatan dinas sedangkan saya packing dan berbenah. Yes, kami hanya menginap satu malam disini, hanya untuk keperluan dinas suami. Setelahnya kami akan ‘turun’ ke arah selatan yang lebih ramai, dekat pantai dan mainstream. Hehehe. Tepat jam 1 siang, akhirnya kami check out dari villa. Mbak staf villa sangat ramah dan baik, memperbolehkan saya check out lebih lama 1 jam (harusnya jam 12 siang) karena Ghuma saat itu masih bobok dan saya agak kerepotan untuk packing sendirian (suami belum pulang dari kegiatan).
Overall, meski sebentar, kami merasa puas menginap di Mount Batur Villa. Sebenarnya tidak banyak yang kami bisa lakukan disana, ada kolam renang pun saya enggan karena terlihata agak kotor. Jadi kami sudah cukup puas dengan menikmati pemandangan di sekitar penginapan saja. Kamarnya luas, tempat tidur empuk dan luas, juga ada sofa bed dan smart TV sehingga Ghuma bisa streaming Youtube lagu anak. Air panasnya memang agak error (kadang keluar kadang tidak) tapi lagi-lagi tidak masalah bagi kami. Pelayanan juga sangat baik dan sarapannya pun lumayan enak. Recommended!
Harga Mount Batur Villa 1 malam dengan sarapan : Rp 538,485
El Lago Coffee dan Desa Panglipuran
Tak lama setelah Ayah Ghuma keembali ke hotel, kami pun dijemput oleh mobil travel yang sudah dipesan pihak sekolah dan pergi makan siang bersama Kepsek dan beberapa staf pengajar di El Lago Coffee. Rupanya, di Kintamani berderet coffee shop kekinian yang mnghadap langsung ke Gunung Batur. Sekilas mengingatkan saya pada daerah Puncak, namun minus kemacetan dan belum padat. Kintamani terkenal sebagai penghasil kopi dan ikan mujair, jadi dua inilah yang menjadi menu utama di banyak coffee shop. El Lago Coffee bernuansa cantik, banyak spot foto di resto ini. Sayang, saya tidak bisa terlalu menikmati suasana dan makanan (padahal makanan dan kopinya pun enak-enak) karena Ghuma terus-terusan tantrum. Di beberapa area resto saya melihat wanita-wanita muda yang ‘benar-benar niat’ mengenakan dress cantik untuk berfoto. Saya dalam hati, “Okay, Ladies, let’s see a couple years later...kalian nggak akan bisa berfoto cantik lagi kayak gitu ketika sudah membawa anak”. Nyinyir banget. Hahaha.

Jadi lah foto-foto yang bisa diambil hanyalah seperti ini >,<
Setelah makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan lagi ke Desa Panglipuran yang letaknya masih di Kabupaten Bangli.
Desa Panglipuran
Desa Panglipuran adalah salah satu desa terkenal di Bali yang pernah dinobatkan sebagai desa terbersih dan sering jadi spot foto instagrammble. Saat kami kesana, kebetulan sedang ada perlombaan tanaman bonsai. Bonsai yang cantik-cantik ini harganya bisa mencapai puluhan juta bahkan juara satu nya dengar-dengar dibanderol 1 miliar. Entah benar entah tidak. Desa Panglipuran sendiri seperti pada desa umumnya, terdiri dari rumah-rumah warga dan pura. Bedanya, semua rumah desainnya masih sangat kental seperti rumah adat bali dan tertata dengan rapi.
Salah satu bapak staf pengajar yang ikut bersama kami bertempat tinggal di desa tersebut dan mengundang kami mampir ke rumahnya sebentar. Beliau bercerita bahwa desa adat ini sebenarnya sudah ditata sejak tahun 1992 dan saking populernya desa ini, banyak tokoh penting yang berkunjung dan mengadakan event marathon disini seperti Sandiaga Uno. Desa ini memang terlihat cantik dan penduduknya pun ramah-ramah. Walaupun jalanannya banyak tanjakan dan kami agak kerepotan dengan stroller, namun sepertinya masih banyak hal menarik disini. Sayangnya, kami tidak banyak mengeksplor Desa Panglipuran karena yaaaa lagi-lagi Ghuma tantrum. Mungkin karena capek, dan saat di mobil dia tidur, jadi ketika bangun ia merasa terganggu dan nggak nyaman. Lagipula hari juga sudah sore, sementara kami masih harus melanjutkan perjalanan ke Seminyak, yang mana bisa memakan waktu dua jam lebih.
Kira-kira pukul 5 sore kurang, kami pun melanjutkan perjalanan ke Seminyak. Secara keseluruhan, wisata di Bangli cukup bagus, meski memang tidak semenarik daerah-daerah di Bali selatan karena daya tarik utama Bali memanglah pantai. Tapi kalau sedang liburan ke Bali cukup lama dan merasa bosan dengan pantai, boleh lah jalan-jalan ke tempat wisata di Kabupaten Bangli ini dicoba.
To be continued…
2 thoughts on “Liburan Keluarga ke Bali saat Pandemi 2021 (Part 1)- Gunung Batur dan Desa Adat Panglipuran”