Traveling Keluarga ke Lombok 2022 (Part 2) – Pantai Selong Belanak, Bukit Merese, Pantai Segui

18 Desember 2022

Kami mengawali pagi dengan leha-leha dulu di villa, baru beranja keluar villa sekitar pukul 10 ke Pantai Selong Belanak, tidak jauh dari villa (850 meter). Bisa sih jalan kaki, tapi hati-hati melewati beberapa pohon ada monyetnya. Nggak ganggu sih, cuma agak takut saja. Hehehe. Akhirnya kami kesana menunggu dijemput oleh teman lama suami, seorang putra asli Lombok yang sekarang bekerja sebagai manajer salah satu hotel disana konsumsi kelas atas yang tentunya di luar budget kami hehehe.

Jam 10 rasanya udah terik banget di Pantai Selong Belanak dan…hmm, agak mengecewakan sih, karena banyak sampah dimana-mana. Hampir seluruh area pantai sudah diplot oleh kafe dan kedai, yang mana tentunya jika kita berteduh atau duduk pasti diharuskan pesan makanan. Satu-satunya area yang gratis adalah dekat WC umum yang sangat menyedihkan kondisinya. Pantai ini sebenarnya indah, tetapi fasilitasnya tidak terawat. Ombaknya cocok untuk berselancar, makanya banyak banget muda-mudi bule disini. Banyak juga pemuda lokal kumpul-kumpul di pantai ini sambil terus-terusan catcalling ke turis-turis berbikini. Kayaknya saya salah deh datang jam segitu, bareng anak kecil yang kepanasan, ke pantai yang juga nggak kids friendly. Di tengah begitu banyaknya pengunjung berpakaian serba terbuka, saya jadi sering ditatap aneh karena pakai pakaian serba tertutup, apalagi ketika kami berusaha berfoto. Akhirnya hanya setengah jam kami di sana, anak saya merasa nggak nyaman, begitu juga saya. Indah sih, cuma kurang nyaman saja. Karena saya suka pantai, jadi spesifikasi sebuah pantai bagus bagi saya tuh lumayan banyak: harus indah, harus bersih, harus nyaman…hahaha. Lihat review saya di Google Maps.

Dari Selong Belanak, kami pergi ke arah Lombok Tengah di Bukit Merese. Sepanjang perjalanan, teman suami banyak bercerita tentang perkembangan Lombok yang sangat pesat beberapa tahun terakhir. Dan meski ini menggembirakan karena turut menyejahterakan ekonomi penduduknya, namun pelan-pelan sudah terasa pergeseran budaya. Lombok yang dulunya dijuluki pulau seribu masjid, dengan sebagian besar penduduk muslim, mau nggak mau terbuka terhadap lifestyle turis mancanegara yang yaaa gitu deh. Jika di Bali yang dijual adalah alam dan budayanya (malah sekarang lebih banyak budayanya, karena alamnya udah banyak tergerus), di Lombok yang dijual pure hanya alamnya, karena kebudayaan semacam upacara agama tentunya nggak ada di sini.

Sekitar satu jam berkendara (by the way jangan kira satu jam itu dekat yah, di Jakarta mah 1 jam cuma sampai berapa kilometer, di daerah mah sudah jauuuh) sampailah kami di Bukit Merese. Bukit ini mirip seperti Bukit Seger tapi selevel lebih indah, hehehe. Waaah senang banget rasanya melihat birunya langit dan laut, hijaunya bukit serta terangnya pantai menyatu dalam goresan mahakarya ciptaan Allah. Masya Allah.

“Ya Allah indah banget….” berulang kali saya bersyukur dan memuji kebesaran-Nya

Yaah mau gimana lagi, foto keluarga di tempat wisata seringnya kurang apik gini.

Sebenarnya Bukit Merese bersebelahan dengan Pantai Tanjung Aan tapi saat itu sudah tengah hari waktu Zuhur, jadi kami memutuskan untuk lanjut saja ke rencana berikutnya yaitu Pantai Pink yang bisa memakan waktu tempuh 3 jam. Sebelumnya kami sempatkan dulu shalat di Masjid Mandalika sekaligus jamak shalat. Ohya, kali ini kami melanjutkan perjalanan dengan (lagi-lagi) pihak sekolah karena teman suami masih ada urusan lain.

Daaan, bener dong Pantai Pink ini jauuuuh banget. Huhuhu. Beberapa kali kami sempat nyasar karena jalan yang dilalui memang agak antah berantah lewat kebun jagung dan hutan yang luassss gitu, mirip kayak setting film-film Holywood yang biasanya jadi lokasi misteri pembunuhan. Hahaha. Bervariasi sih jalan yang kami lalui, mirip jalanan Puncak di jaman dulu, mirip setting creepy film horor Hollywood, mirip jalanan di Pulau Bangka, dan selebihnya saya lalui dengan tidur. Hehehe. Di tengah hutan belantara gitu ajaibnya ada rumah-rumah warga loh, terbuat dari kayu menyerupai gubuk, tanpa pasokan listrik. Dari penuturan Pak Guru yang jadi driver kami, di bukit-bukit ini mereka ngga ada sumur resapan yang bisa digali untuk kebutuhan air sehari-hari, jadi penduduk tsb harus ‘turun gunung’ dulu membeli air.

Akhirnya sekitar jam setengah 5 sore kami sampai juga di Pantai Pink…dan kami baru tahu ternyata Pantai Pink itu ada banyak. Tapi yang ini…hmmm mengecewakan sih. Lagi-lagi sampah dimana-mana, fasilitas tidak terawat, dan pemandangan yang masih kalah bagus dengan Selong Belanak. Waduh, kok gini ya…padahal ekspektasi saya udah tinggi banget mengingat pengalaman mengecewakan di Pantai Selong Belanak. Akhirnya setelah berdiskusi, kami pun mencoba ke another Pink Beach yang memiliki nama lain Pantai Segui. Akses ke pantai ini lebih sulit lagi, melalui hutan, jalanan belum diaspal masih kerikil, hanya muat satu mobil. Meski jaraknya cuma 6km dari Pantai Pink yang pertama, akhirnya sampailah kami di Pantai Segui.

AAA ALL IS PAID! WORTH IT!

Pantai ini indah banget, apalagi kami mengunjunginya di saat sudah mau sunset, semburat jingga dari matahari menjadikan pasir pantai berwarna agak pink. Tidak seperti pantai sebelumnya yang bahkan tidak terlihat pink sama sekali. Pantainya bersih, karena ternyata ini dikelola secara privat. Kok saya bisa tahu? Jadi setelah pulang liburan saya meninggalkan review untuk pantai ini dan dibalas langsung oleh pemilik pantai. Wow.

Selain bersih, pasirnya sangat halus, empuk saat diduduki, dan ombaknya tenang. Pemandangannya juga luar biasa, Masya Allah. Hidden gem! Mungkin hanya satu minusnya: di sekitar pantai banyak terdapat sabut kelapa, jadi sebaiknya tetap pakai sandal menghindari tertusuk sabut yang tajam.

Sayangnya kami hanya bisa sebentar di Pantai Segui karena hari sudah mulai gelap. Kira kira jam setengah 7 (di Lombok jam segitu masih terang btw), kami pun beranjak pulang. Perjalanan pulang butuh waktu sampai 4 jam lamanya, termasuk berhenti sebentar untuk makan malam. Sampai di hotel sekitar jam 11 malam, lalu bersih-bersih dan nggak lama kami tidur karena cuaaapppek banget.

Kadang saya mikir, penduduk yang berdomisili di daerah yang memiliki banyak pantai tuh pernah ngerasa stress nggak ya? Karena rasanya kayak gampang banget buat healing. Stress dikit bisa langsung melipir ke pantai. Hehehe, begini nih cara pikir orang perkotaan yang sering menghadapi macet Jabodetabek

19 Desember 2022

Besoknya kami memutuskan untuk nggak kemana-mana. Sebenarnya cuma saya dan anak sih yang nggak kemana-mana, karena suami harus pergi ke Lombok Tengah untuk urusan dinasnya. Suami awalnya mengajak saya dan anak untuk ikut tapi hmm, engga deh. Saya khawatir anak kecapekan dan sakit, sementara saya pun juga masih kecapekan. Jadi kami menghabiskan seharian full di kamar saja menikmati kolam renang, leha-leha, main, tidur, bercanda, quality time banget lah.

Oh ya, hari itu juga saya manfaatkan untuk packing karena besoknya kami sudah kembali ke Jakarta.

20 Desember 2022

Hari terakhir di Lombok. Huhuhu.Agak sedih sih karena liburannya masih berasa kurang lama, tapi kalau makin lama yaa sedih juga pengeluarannya makin banyak (haiyaaah). Agenda kami tidak terlalu banyak hari itu karena kami sudah harus boarding pesawat Batik Air sekitar jam 12 siang. Jadi lah hanya dimanfaatkan untuk ke toko oleh-oleh di Mataram dan makan siang lagi dengan Pak Kepsek.

Kami berbelanja di Toko Phoenix di Mataram yang sudah terkenal sebagai pusat oleh-oleh. Sebenarnya agak bingung juga sih cemilan khas Lombok tuh apa yaa, karena di toko ini jenis cemilannya bisa ditemui di tempat lain, bukan yang benar-benar khas Lombok. Teng-teng? Paling enak dari Medan. Kerupuk? Paling enak dari Bangka, dsb. Mungkin ayam taliwang frozen yang benar-benar khas. Tapi yasudahlah, namanya juga jalan-jalan, pasti sudah ditunggu oleh-olehnya oleh keluarga kami.

Selepas dari Phoenix awalnya Pak Kepsek ingin mengantar kami ke pusat belanja mutiara karena Lombok terkenal dengan hasil alam mutiara nya. Tapi kami menolak dengan halus karena kami khawatir mepet waktunya ke bandara, dan lagipula saya juga memang kurang tertarik pada perhiasan ( kalau logam mulia mah sukaaa hehehe). Akhirnya kami menyempatkan makan dulu di RM Murah Meriah Bengkel. Saya nggak tahu sih ini beneran murah atau engga karena kami ditraktir, tapi masakannya enak-enak (ini serius enak bukan karena gratis ya hehehe). Pantesan banyak artis pernah makan disini jika dilihat dari berbagai foto yang dipajang di dinding restoran. Kami pun menyempatkan foto bersama sebagai perpisahan.

Pose khas Bapak-bapak dengan jempol hahaha

Alhamdulillah selesai sudah acara traveling keluarga selalu dinas suami. Bersyukur banget saya dan anak terkadang bisa ngintilin suami dinas. Terhitung sejak kami menikah pada 2019, saya pernah traveling sekaligus ikut suami dinas ke Bangka, Bali, Bandung, Bogor (ini sih bukan luar kota ya…cuma numpang staycation hehehe) dan terakhir ya Lombok ini. Tapi jangan salah sangka ya, kami nggak sepenuhnya gratisan karena yang ditanggung tiket oleh kantor suami ya hanya suami. Saya dan anak pakai biaya pribadi. Begitu juga akomodasi hotel ada limit budget nya sendiri, misal limit dari kantor suami sekian ratus ribu maka jika kami ingin upgrade ke hotel yang room rate nya melebihi limit maka kami harus nombok. Karena kami di Lombok ini extend sehari, kami pun bayar hotel untuk 1 malam sekaligus juga nombok karena tarif hotelnya sedikit di atas budget. Ketika jalan-jalan pun kami nggak selalu dapat fasilitas di antar kesana kemari atau ditraktir oleh pihak sekolah karena beda sekolah beda juga hospitality nya. Terkadang kami sewa mobil Traveloka dan di luar makan bareng pihak sekolah, kami biasanya memesan makanan via GoFood atau masak sendiri.

Oke deh, sekian cerita traveling keluarga kami. Semoga bermanfaat bagi yang punya rencana ke Lombok bareng keluarga. Bye!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s