Hari ketiga di Madinah, atau hari Minggu, 5 Februari 2017, adalah jadwalnya romongan travel kami tur ke sekitar kota Madinah yaitu Masjid Qiblatain, Masjid Quba, Kebun Kurma dan Gunung Uhud. Untuk masjid Qiblatain ini kita sekedar lewat aja, nggak turun dari bus. Masjid Qiblatain ini adalah masjid dimana Rasulullah SAW mendapat perintah untuk memindahkan kiblat shalat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram. Sedangkan di Masjid Quba, rombongan kami singgah sebentar untuk shalat sunnah. Masjid Quba ini merupakan masjid pertama yang dibangun Rasulullah SAW saat perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah kemudian singgah di desa bernama Quba. Hingga Rasulullah SAW menetap di Madinah, beliau secara kontinyu mengunjungi masjid ini setiap hari Sabtu untuk shalat baik menggunakan unta ataupun berjalan kaki. Jaraknya dari Masjid Nabawi sih dibilang jauh engga, dibilang dekat ditempuh berjalan kaki juga engga. Saat mengunjungi Masjid Quba, masjid ini sedang ramai-ramainya dengan pengunjung rombongan seperti kami, shalat pun jadi agak susah di shaf wanita.
“Barangsiapa bersuci di rumahnya kemudian datang ke Masjid Quba, kemudian dia mendirikan shalat di sana, maka dia mendapatkan pahala umrah” (HR Ibnu Majah)


Dari Masjid Quba, kami bergerak ke Gunung Uhud, yang letaknya agak keluar sedikit dari kota Madinah. Gunung Uhud merupakan saksi bisu terjadinya Perang Uhud, perang besar antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin Quraisy. Perang ini adalah wujud balas dendam dari kekalahan kaum musyrikin Quraisy di Perang Badar. Pada perang ini, kaum muslimin semula mendapatkan kemenangan, namun keadaan menjadi berbalik ketika sebagian pasukan kaum muslimin tergiur melihat harta rampasan yang banyak. Bahkan pasukan pemanah yang Rasulullah SAW sudah perintahkan stand by di Jabal Rumat, mereka malah turun dari posisi mereka dan menghampiri harta rampasan. Kelengahan ini pun terlihat oleh panglima perang Quraisy, Abu Sufyan, yang kemudian memutar kudanya dan melakukan serangan balik habis-habisan pada kaum muslimin. Pasukan pemanah yang menjadi border pertahanan pertama sebelum kaum Quraisy bisa menyentuh pasukan inti sudah tak ada, maka kaum musyrikin pun leluasa menyerang dari segala arah, bahkan sampai Rasulullah SAW sempat terluka hingga gigi seri patah, pundak tersabet pedang dan memar di wajah. Rasulullah SAW juga sempat dikabarkan meninggal hingga membuat kendur semangat kaum muslimin. Di peperangan ini, paman Rasulullah SAW bernama Hamzah yang dijuluki Singa Allah karena kepiawaiannya menebas leher pasukan kaum musyrikin pun gugur dengan cara ditombak oleh Wahsyi, seorang budak yang ahli menombak suruhan Hindun, istri Abu Sufyan. Berhasilnya Wahsyi menombak menjadi syarat untuk kemerdekaan budak ini. Sadisnya, Hindun menghampiri mayat Hamzah dan merobek dadanya lalu memakan jantungnya sebagai tuntasnya balas dendam karena di perang sebelumnya kakak dan beberapa keluarganya tewas di tangan Hamzah.
Wah ini cerita perangnya seru banget ya? Ini aku gak sambil googling lho, hahaha. Ciyus, dulu waktu kecil aku dibeliin sama ortu buku komik cerita seri perjuangan Rasulullah SAW. Bukunya tebal, ilustrasinya keren, nah salah satu serinya adalah seri perang ini. Penggambaran di komik itu detil dan seru, makanya membekas banget di ingatan aku sampai sekarang.

-Pegunungan Uhud, area perang dibangun Masjid, pemukiman dan pasar
-Makam para syuhada Uhud
-aku dan Mama
Di sekitar situs Uhud ini sih menurut aku berantakan, karena jadi pasar gitu…dan udah banyak banget pemukiman. Yang tersisa hanyalah Jabal Rumat, bukit pasukan pemanah yang juga banyak sampah bertebaran. Menaiki bukit ini, bisa terlihat jelas Gunung Uhud di kejauhan dan foto foto deeeh. Hehehe.
Di sekitar bukit Uhud ini juga terdapat makam para syuhada yang gugur saat peperangan. Gak ada nisan, gak ada tanda, hanya sebuah area berpasir yang dipagari dan ditulisi papan informasi dalam beberapa bahasa yang melarang keras tindakan ziarah makam yang menjurus ke syirik. Aku pikir, orang zaman sekarang udah cerdas lah ya…apalagi niat berangkat umroh kan harusnya udah mikir ibadah dong…tapi beneran lho ada beberapa orang pengunjung yang ngambil pasir dari Jabal Rumat. Ada beberapa dari Indonesia dan pengunjung dari Bangladesh atau India kali ya. Sekilas aku denger ibu-ibu yang ambil pasir itu berkata “Coba kita bisa ambil pasir di Gunung Uhudnya juga tuh, Berkah”
Astaghfirullah..aku mengelus dada. Apa hubungannya pasir/batu Gunung Uhud dengan berkah?
Kunjungan kedua adalah Kebun Kurma, tempat belanja kurma langsung di kebunnya. Sebenarnya sehari sebelumnya aku udah diwanti-wanti nih sama pedagang kurma di salah satu toko di Madinah, jangan beli kurma di Kebun Kurma, karena lebih mahal (kan ngasih komisi ke travel yang anterin), mending beli di dia aja (lha bisa aja nih hehe). Cara beli di Kebun Kurma ini bisa dicoba sepuasnya, lalu pilih-pilih deh. Aku dan ibuku borong lumayan banyak kurma, coklat dan permen. Eh, tapi kok setelah sampai di hotel kami hitung-hitung beneran masih lebih murah toko di Madinah sekitar 3-5 riyal. Di Mekkah malah lebih murah lagi, contoh kurma coklat di Kebun Kurma 20 riyal sekotak, di Mekkah kurma yang sama 15 riyal. Capek deeeh.

Berikut ini oleh-oleh makanan yang kubawa ke tanah air, sebagian besar beli di Kebun Kurma dan pertokoan Madinah:
-Kurma coklat Al-Ansar. Ini kurma yang dilapisi coklat. Enak banget deh, aku suka banget. Harga di Kebun Kurma satu kotak 20 riyal, eh di Mekkah nemu sekotak 15 riyal. Ada dilapis vanilla caramel kayak di gambar ini, ada juga dilapis coklat almond. Dua duanya enaaak.
2. Choco Pearl Kacang + Kurma dilapis Coklat. Harga per kotak 10 riyal. Ini sih udah ga ada bentuk kurmanya lagi (ga ada kacang kurmanya lagi), cuma rasa dan serpih kurmanya masih ada, dicampur kacang, dilapis coklat. Variannya ada kacang almond+kurma, kacang pistachio+kurma, Kacang mede+kurma. Aku beli tiga tiganya. Rasanya lumayan.

3. Coklat kiloan dan permen kiloan. Aku beli di pertokoan sekitar Nabawi lebih murah, 20 riyal sekilo.
4. Aku nyebutnya coklat batu koral/batu akuarium hahaha. Di Kebun Kurma 20 riyal dengan ukuran lebih sedikit (di gambar ini belinya di Kebun Kurma, merk Chocovia Dragee), di Mekkah dan Jeddah aku dapat 20 riyal dengan ukuran lebih banyak. Ini enaaak, aku seneng banget ngemilin ini pas di rumah.
5. Dan tentunya….macam-macam kurma. Yang paling enak, terkenal (dan mahal) adalah jenis kurma Ajwa, yang juga sering disebut kurma Nabi. Dinamakan demikian karena merupakan kurma kesukaan Rasulullah SAW. Di Kebun Kurma kemarin aku beli seharga 60 riyal sekilo, buat konsumsi sendiri aja deeh, sayang kalau buat oleh oleh dikasih ke orang. Hehehe

Setelah tur adalah acara bebas sama seperti kemarin setelah tur. Aku dan Mama berusaha untuk memperbanyak i’tikaf di Masjid Nabawi. Pulang dari masjid yaa belanja belinji…hehehe. Bosan dengan catering hotel, kami juga sempat nyobain kuliner setempat yaitu nasi briyani dengan chicken mandi seharga 18 riyal. Eh yaamplop porsinya…jumbo! Seporsi berdua pun kenyang. Kalau mau beli roti, bisa di Fresh Market dekat Masjid Nabawi. Disini ada roti yang besar-besar seharga 1 riyal dan aneka makanan Indonesia juga bisa ditemui seperti mie instan Indomie, saus Indofood, dan sebagainya.
Malamnya selepas isya, jamaah wanita dari travel kami pun bersiap untuk bareng-bareng ke raudhah (yang aku ceritakan di posting sebelumnya). Dengan dipandu seorang muthawifah, kami pun mengantre berkelompok. Untuk mencapai raudhah, pertama para askar membagi jamaah secara ras. Jadi ras melayu tersendiri, ras Turki dan Arab tersendiri, lalu ras India, Bangladesh, Pakistan dan sebangsanya tersendiri. Bukannya rasis, tapi memang agar lebih nyaman. Perempuan Turki dan Arab kan badannya gede-gede tuh (dan kelihatannya juga lebih agresif), kasihan kan’ perempuan Melayu yang badannya relatif kecil-kecil harus berdesakan bareng mereka. Karena memang untuk masuk raudhah ini berdesakan dan berebut. Proses antre terasa lamaaaa banget. Jalan dikit, terus duduk bersempitan rame-rame, jalan lagi, duduk lagi. Aku sampai terkantuk-kantuk. Hingga akhirnya kami bisa memasuki teras luar bangunan awal masjid Nabawi sebelum perluasan yang dinaungi payung. Waaah akhirnya lihat payungnya terkembang juga (selama disana payung di pelataran masjid yang kulewati sehari-hari gak dikembangkan, gagal selfie deh..hehehe).

Hingga akhirnya, tibalah giliran rombongan Melayu diperbolehkan masuk. Huaaa langsung heboh deh pada berlarian kayak ngejar apa (padahal raudhah nya gak lari kemana, kayak jodoh haha). Para askar perempuan langsung sibuk menenangkan.
“Sabar Ibu! Sabar!”
Aku langsung teringat kata-kata muthawifah kami selama menunggu, kami ke raudhah melewati makam Rasulullah SAW, hendaknya merendahkan suara karena itulah adab terhadap Rasulullah SAW baik saat beliau hidup maupun saat sudah meninggal. Raudhah ditandai dengan karpet berwarna hijau, berbeda dengan karpet merah yang melapisi seluruh Masjid Nabawi. Karena berdesakan begitu padat, aku pun nggak sadar sudah agak jauh menginjak karpet hijau. Seorang askar menegur, “Ayo Ibu, shalat, ini sudah di rudhah”
Lho….eh…langsung tangisku pecah. Antara terharu (karena perjuangan masuk ke raudhah ini capek banget) dan bahagia karena akhirnya bisa menginjakkan kaki di salah satu taman surga, tempat mustajabnya doa. Aku menengadahkan tangan, langsung khusyuk berdoa banyak-banyak dengan air mata bercucuran. Beberapa dari rombongan kami bisa shalat, tapi aku nggak mau memaksakan diri, khawatir kepala terinjak karena sedemikian berdesakan. Memang tidak ada ibadah khusus selama di raudhah. Terserah, mau shalat sunnah, tahajud, witir, hajat, istikharah atau sekedar berdoa saja…semuanya bagus. Mungkin hanya sekitar 5 menitan kami di raudhah, rombongan kami pun disuruh keluar dari raudhah. Yup, gak sampai 10 menit! Kebayang kan banyaknya jamaah…antre berjam-jam, tapi gak sampe 10 menit disana. Total proses sampai selesai dari ba’da Isya (disana sekitar jam 20.30 sampai pukul 02.00) kami baru selesai.
Pulang hotel langsung istirahat, menyiapkan energi untuk besok…karena besok adalah hari terakhir kami di Madinah sekaligus hari pertama di Mekkah.
Esoknya, seperti biasa shalat subuh berjamaah di Masjid Nabawi. Aku datang agak telat mepet adzan kedua karena memang masih capek banget habis semalam ke raudhah. Shalat subuh terakhir disini…rasanya sedih gitu. Aku suka banget di Madinah, aku berdoa berkali-kali agar bisa meninggal di sini.Menjelang dhuha, rombongan travel kami melakukan wada’ (perpisahan) dengan masjid Nabawi. Kami shalat dhuha, keliling pelataran masjid, eh..terus Ustadz nya ngajak melambai lagi di kubah makam Rasulullah SAW. Ditegor lagi deeeh sama askarnya.

Tapi kesedihan itu segera pudar dengan euphoria akan melihat Ka’bah. Ya, Ka’bah yang seumur hidup hanya bisa kulihat di televisi, gambar pajangan, sajadah, dan internet. Melihat langsung dengan mata kepala sendiri….Allah, nikmat-Mu yang mana yang sanggup aku dustakan?
Sebelum shalat zuhur, rombongan kami sudah memakai pakaian ihram. Kemudian setelah shalat zuhur di Nabawi (tidak ikut berjamaah, langsung dijamak dengan Ashar), kami sudah bergegas kembali berkumpul di hotel, koper sudah dipacking semua, bus kami pun berangkat ke Mekkah setelah sebelumnya ambil miqot dulu di Bir Ali.
Good bye, Madinah. I’ll miss you soon….
Seru sekali perjalanannya. Kebun kurmanya juga terlihat luas ya, waktu kunjungan saya kebunnya malah tidak seluas itu hehehe
Boleh juga dibaca ceritanya disini
https://ceritanggita.blogspot.co.id/2017/05/umrah-trip-hari-kedua-mengunjungi.html
Semoga bermanfaat untuk yang sedang persiapan berangkat umroh
Hai.. boleh tau beli al ansar di mekkah di sebelah mana?